
Hari ini adalah peringatan satu tahun wafatnya bapak saya. Jauh-jauh hari ibu saya sudah meminta kelima anaknya untuk meluangkan waktu di weekend panjang ini untuk berdoa bagi bapak dengan berkumpul bersama di rumah ibu. Ya, rumah tempat kami dulu tinggal bersama. Tempat bapak, ibu, saya, dan empat saudara saya menghabiskan masa lalu kami. Selain peringatan wafatnya bapak, hari ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun adik saya yang ke-43. Sedangkan tahun 2010 ini ibu saya yang merayakan hari jadinya yang ke-51. Dan dipilihlah hari Minggu kemarin untuk memperingati ketiga momen itu. Acara berlangsung sederhana. Kami hanya berkumpul, makan malam bersama, dan berdoa. Peringatan wafatnya bapak menjadi fokus utama kami. Tak heran, banyak memori masa lalu bersama bapak muncul lagi.
Tak terasa sudah satu tahun bapak meninggalkan kami. Rasanya seperti baru kemarin kami berlima diasuh bapak dan ibu. Rasanya seperti baru kemarin saya bergelayutan manja di bahu bapak. Rasanya seperti baru kemarin saat saya bermain hujan-hujanan dan kemudian digelandang bapak pulang ke rumah. Saya berontak, menangis, dan diledek teman-teman. Duh, malunya. Rasanya seperti baru kemarin saya dihadiahi bapak Kamera foto karena saya diterima di universitas swasta. Rasanya seperti baru kemarin saat saya melihat bapak tersenyum bahagia di hari pernikahan. Dan, rasanya seperti baru kemarin saat Tardidi atau pemandian anak perempuanku Trya Olga Amika Simamora, kemudian bapak tutup usia.
Saat bapak meninggal, saya pribadi merasa ‘kecewa’ karena bapak pergi terlalu cepat. Cita-cita untuk membahagiakan bapak tidak tercapai. Saya ingin membalas pengorbanan dan kasih sayangnya yang telah diberikannya kepada kami selama ini. Dahulu bapak pernah bilang ingin melihat saya punya rumah dan mobil. Dimata beliau, itu sangat membanggakannya. Baru saja saya berhasil mewujudkan salah satu harapan bapak saat saya dan istri saya. Puji Tuhan, berhasil membeli Mobil pada Maret 2009 lalu. Beliau sangat senang mendengarnya. Tak sabar rasanya segera mengajak bapak naik mobil kami. Tapi takdir berkata lain. Bapak ternyata tak
Begitulah, banyak sekali kepingan memori yang muncul saat kita mengenang orang tercinta yang telah pergi meninggalkan kita. Kini orang tua saya tinggal ibu, yang tak kalah besar pengorbanan dan kasih sayangnya untuk anak-anaknya. Sekarang tidak ada alasan bagi saya untuk tidak membahagiakan ibu saya, selagi saya masih bisa melihat senyumnya hingga detik ini.
Pesannya :
Nungga leleng au dison
Mandohoti pardalanan ni portibi on
Songonon dope
Tontong do au dison
Sonang do au dison
Aha nahurang be nian ?
Aha silehononku ?
Unang segai au..
Aha nahurang be nian ?
Aha sibahenonku ?
Unang arsaki au
Tontong do au dison
Sonang do au dison